Aha, kemarin saya iseng menonton sebuah film di bioskop. Entah sudah berapa lama, sudah tidak menginjakkan kaki di bioskop. Padahal dulu saat di pesantren, saya sering kabur ke pusat kota untuk cari hiburan. Kabur dari pesantren sendirian, nggak ajak teman, setelah nonton selesai, sampai kembali di pesantren, saya langsung minta maaf ke kiai, supaya saya dimaafkan, dan tidak dihukum. Alhamdulillah. Lolos. Tolong jangan ditiru. Hehe.
Kali ini saya menonton film berjudul "7 Hari 24 Jam". Bagi saya, film ini unik sekali. Alur ceritanya menarik, lucu, dan mendidik. Benar saja, penonton didominasi oleh pasangan suami-istri. Mungkin mereka sengaja menonton untuk mendapatkan inspirasi dari film itu, terutama inspirasi tentang bagaimana mengharmoniskan rumah tangga.
Pemeran utama dalam film ini adalah Dian Santrowardoyo (Tania) dan Lukman Sardi (Tio). Tania berprofesi sebagai perempuan dan ibu karir di sebuah perusahaan besar di Jakarta. Sementara Tio, sang suami berprofesi sebagai sutradara kenamaan, yang terus bergelut dengan dunia perfilm-an. Sudah dapat dipastikan keduanya selalu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Tetapi jika ditelisik lebih mendalam, ada celah kemesraan dan romantisme keduanya, yakni dari jalinan komunikasi yang intens.
Tania sebagai sang istri memang selalu ditampilkan sebagai orang (istri) yang perhatian, selalu mengingatkan suaminya untuk jangan lupa makan, dll-nya. Ini salah satu produk dan imbas dari budaya patriarkhi. Memang tidak bisa dihindari. Tapi tetap unik, Tio sebagai suami selalu berusaha memenuhi nasihat-nasihat istrinya itu, betapapun sibuk. Termasuk pesan sang istri untuk dibuat kunci duplikat rumah. Lama saya berpikir, apa hubungannya film ini dengan kunci duplikat. Hehe. Tapi memang ada nyambungnya nanti di akhir cerita.
Singkat cerita, Tio mendadak pingsan, tak sadarkan diri, ketika sedang sibuk menyutradarai sebuah film garapannya. Mungkin karena terlalu lelah, sampai dia harus segera dilarikan ke rumah sakit dan dirawat di sana. Tio divonis mengidap penyakit hepatitis A. Eeeh, namanya juga film ya, ternyata Tania juga harus menjalani perawatan di rumah sakit karena gejala tiphus (tipes). Akhirnya, Tania dan Tio harus mendekam di rumah sakit yang sama, dan lucunya di ruangan yang juga sama. Haduuuh, lucu sekali memang film ini. Hehe.
Kenapa film ini berjudul 7 Hari 24 Jam? Menurut saya, karena keduanya bertemu di rumah sakit yang sama selama 7 hari 24 jam. Selama dirawat di rumah sakit inilah banyak sekali momen-momen lucu, tapi romantis. Ada saja momen yang akan bikin penonton bergelak tawa, tapi serius ini mendidik para Ibu dan Ayah rumah tangga. Mereka merasa momen saat dirawat itulah momen paling indah. Mereka banyak merenung bahwa semakin bertambah usia rumah tangga maka akan semakin berat ujiannya. Cara keduanya berkomunikasi ini yang membuat saya selalu mesem-mesem.
Puncak dari film ini adalah ketika Tania gagal mempresentasikan idenya kepada para pengusaha, karena ulah suaminya di rumah sakit yang sedang uring-uringan di kantor. Ternyata, Tio juga merasakan terus kegagalan dalam menggarap film karena ada yang kurang beres dalam keluarga. Ia pun memutuskan sementara garapan film itu untuk kembali dan mengutamakan keluarganya di rumah. Ketika kembali ke rumah, Tania dan Tio sedang dalam kondisi ngambek. Akhirnya, Tio ke rumahnya, masuk, dan langsung membenahi pas foto yang rusak. Saat Tio selesai membenahi, Tania baru bangun dari tidur. Kemudian tanya pada suaminya, dari mana bisa masuk, Tio bilang pakai kunci duplikat. Nah, ini maksud dari kunci duplikat itu. Hehe.
Pelajaran yang dapat saya petik dari film itu paling tidak adalah tidak ada yang keliru jika istri dan suami bekerja di luar rumah. Apapun pekerjaannya, asalkan keduanya saling percaya dan jalin komunikasi yang jujur. Baik istri maupun suami harus saling suport terhadap pekerjaannya satu sama lain. Saling menguatkan, saling memotivasi. Karena bekerja/berkarir hanyalah salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah atas anugerah akal pikiran dan segala potensi lainnya. Pandai-pandailah mengelola emosi dan marah. Karena persoalan sepele pun akan menjadi gawat kalau istri dan suami tidak pandai mengelola emosi. Keberadaan anak juga harus tetap yang utama. Film ini juga demikian, sesibuk apapun ibu dan ayah, ia harus sama-sama peduli dan kompak memerhatikan dan mendidik anak.

0 Response to "Komentar Film 7 Hari 24 Jam"
Post a Comment