Mengelola Emosi dan Marah

Cantik Shalihah - Tadi pagi, saya berjalan di pinggir jalan menuju kios penjual koran. Mata saya terganggu oleh pemandangan dua orang yang berhenti di pinggir jalan. Keduanya menggunakan sepeda motor. Sepintas sambil lewat saya lihat keduanya sedang terlibat cekcok. Dengan nada emosi dengan ekspesi ditahan-tahan, keduanya terus terlibat cekcok. Saya menduga keduanya pasangan suami istri.

Mengelola Emosi dan Marah
Suami terlihat sedang adu mulut sambil merebut map berwarna kuning dari tas yang mengait di pundak istrinya. Saya juga masih sempat melihat, mungkin saking kesal dan marahnya, sang suami hendak merobek map berwarna kuning itu. Sang istri tampak memelas, mungkin juga sama ia sedang kesal. Saya tidak membayangkan bagaimana pusingnya apa yang mereka sedang hadapi.

Yang membuat saya kaget adalah peristiwa itu terjadi di pinggir jalan umum, tempat orang-orang berlalu lalang. Setelah saya melewatinya, saya tengok ke belakang, sang suami malah ngacir meninggalkan sang istri sendirian, dengan gas motor yang kencang. Beberapa saat sang istri diam, menunggu, saya lihat dari agak kejauhan.

Dalam langkah-langkah menuju tempat penjual koran itu, pikiran dan hati saya menerawang. Pikiran dan hati saya berdo'a, semoga dugaan saya salah semua. Sebaliknya, keadaan akan baik-baik saja. Pasangan suami-istri tadi bisa kembali rujuk. Bisa kembali akur dan berkomunikasi seperti biasa. Saya berharap teman-teman juga ikut mendo'akan.

Apa yang saya ceritakan sebetulnya contoh kecil saja. Apa yang saya ceritakan bisa benar bisa tidak. Hanya saja kita tetap bisa mengambil hikmahnya. Dengan siapapun kita berseteru, apalagi dengan pasangan suami dan istri, adalah sikap yang tidak baik, harus dihindari. Di sinilah kiranya perlu kedewasaan berpikir dan bersikap.

Cekcok, tegang, dan konflik adalah hal yang wajar dialami semua orang. Hanya saja kita tidak boleh terkalahkan oleh ego dan nafsu diri. Kita harus pandai mengelola emosi dan marah. Meluapkan emosi dan marah, bukan dilarang, tetapi harus tepat pada waktunya dan tidak berlarut-larut. Harus ada semacam pemahaman dan komitmen dari keduanya; dari suami dan istri. Kapan pun terjadi keributan karena hal apapun, sebaiknya disikapi dengan bijak dan dewasa.

Kita harus berpikir panjang dan ke depan. Apa jadinya jika jalinan rumah tangga yang dibangun hanya berisi peristiwa-peristiwa yang tidak mengenakkan. Sungguh rugi sekali jika ada jalinan rumah tangga yang demikian. Karena tidak ada manfaatnya merasa paling benar sendiri dan tidak mau mengalah. Sikap mau menang sendiri, egois, dan tidak mau mengalah hanya akan memperkeruh suasana, yang efek negatifnya akan merambat kemana-mana.

Selain jalinan rumah tangganya tergadaikan, masa depan anak-anak pun akan suram. Anak-anak akan stres melihat orang tuanya ribut melulu. Anak akan merasa jenuh karena minimnya kasih sayang. Ingat anak itu amat butuh belaian kasih sayang dari kedua orang tuanya. Pandai-pandailah mengelola emosi dan marah, agar efek negatifnya bisa dihindari. Saya berdoa, dan saya berharap kita saling mendo'akan semoga Allah menganugerahkan kita sebuah bangunan rumah tangga yang kokoh.

0 Response to "Mengelola Emosi dan Marah"

Post a Comment