INSPIRASI SHALIHAH - Sekali lagi, tentang jalinan rumah tangga. Jalinan indah dua insan setelah menikah. Sebuah jalinan yang membutuhkan berbagai kesiapan dan konsekuensi. Bukan cuma sang istri, melainkan juga suami. Prinsip untuk saling memaklumi dan melengkapi, bukan hanya dalam teori tetapi harus nyata dalam aplikasi.
Dua hal dari sekian banyak hal penting dalam rumah tangga adalah kreativitas komunikasi dan menjaga perasaan (emosi). Suami dan istri harus pandai berk...omunikasi dengan bahasa yang sesederhana mungkin, dengan sekreatif mungkin. Agar pesan-pesan yang terkandung dalam impian 'sakinah, mawaddah wa rahmah' dapat ditangkap dengan baik. Lebih daripada itu supaya terhindar dari kesalahpahaman.
Berikutnya menjaga emosi. Ini sebagai akibat dari cara menjalin komunikasi. Biasanya, apa yang kita sampaikan, kemudian tidak dipahami, maka akan muncul kekesalan. Sekali, dua kali mungkin bisa dimaklumi, tapi persoalannya jalinan rumah tangga itu seumur hidup. Siapa orangnya yang bisa bertahan dengan hal semacam itu. Siapapun akan emosi. Membatin.
Begitulah kalau sepasang suami-istri tak pandai menjalin komunikasi, yang ada emosi. Marah-marah, saling salah-meyalahkan, akhirnya nggak ada yang mau mengalah. Hal ini yang seharusnya menjadi perhatian utama para suami-istri.
Hal inilah yang rupanya dialami Rini (bukan nama sebenarnya) dan suaminya. Ia menikah karena dijodohkan orang tuanya. Rini menerima suaminya bukan karena cinta, tetapi memang karena ibunya. Ia ingin selalu berusaha membahagiakan ibunya, dengan menuruti semua keinginannya. Termasuk perintah menikahi laki-laki yang kini menjadi suaminya.
Padahal Rini tahu, bahwa laki-laki yang ia nikahi rajin ibadah dan ia berperasangka baik. Terbukti jika sang suami terlihat rajin bertilawah al-Qur'an, menunaikan shalat wajib dan sunah, dan terlihat ramah pada mertuanya. Rini juga tak habis pikir kenapa sampai saat ini, pernikahan yang sudah terjadi beberapa tahun silam, tapi kebahagiaan tak kunjung dirasakan. Yang ada, sikap kaku, kesel, dan suami seperti tak mau peduli.
Kebahagiaan akibat pernikahan kini ia pendam dalam-dalam. Bercerai, adalah kata yang sering kali muncul dibenaknya. Tapi ketika dipikir ulang, ia tidak merasa tega pada ibunya. Tapi, di saat yang sama, saat ia di rumah dan bertemu dengan suaminya, yang ada muak. Suami seperti angin lalu. Tidak mau menyapa dan lainnya. Apesnya, kalau Rini kelihatan protes sedikit saja pada suaminya, sang suami akan mengadu pada ibunya. Dan dapat dipastikan ia kena damprat sang ibu.
Hari terus berlalu, kini, Rini sudah tak seranjang lagi dengan suami. Ia sudah mati rasa, masa bodo. Rini dan suaminya memang masih serumah tapi seperti menjadi orang asing. Rini hanya bisa pasrah. Ia pun terus memprkuat ibadah, juga sedekah. Meskipun perasaannya sakit, bahagia tak kunjung dirasa, tapi ia senantiasa percaya pada saatnya nanti akan ada keajaiban luar biasa dari Allah Swt.

0 Response to "Seperti Bukan Suami-Istri"
Post a Comment