INSPIRASI SHALIHAH - Saya merasa senang karena ada banyak teman, laki-laki maupun perempuan, yang ikhlas berbagi tentang masalah dan pengalaman hidupnya selama ini. Kepercayaan itu mudah-mudahan membawa berkah, juga dapat menjadi pelajaran tersendiri buat saya dan sekalian. Mereka, teman-teman saya itu, nggak peduli saya itu siapa, statusnya apa, jabatannya apa, dan sebagainya. Inilah kepercayaan. Mahal harganya.
Salah satu teman perempuan Muslimah, siang tadi bercerita kepada saya. Menceritakan kisah nyata yang dulu pernah dijalani. Kisah hidup yang penuh dengan kegelapan dan kegersangan. Mulanya, Hana (nama samaran) hidup sebagaimana gadis pada biasanya. Bergaul dengan para gadis lainnya di sekitar rumah dan sekolahnya. Semakin beranjak dewasa, Hana menjadi sosok perempuan yang sering ikut-ikutan teman.
Ia sering merasa nggak pede. Tujuannya cuma satu supaya banyak teman-teman yang mau bergaul dengannya. Itu saja. Celakanya, Hana bergaul dengan (maaf) cewek-cewek gaul. Cewek-cewek yang identik dengan pergaulan bebas, berpakaian seksi, berdandan cantik, bolak-balik ke cafe dan diskotik, minum-minuman beralkohol, dan lain sejenisnya.
Untungnya, meskipun Hana setiap hari bergaul dengan teman-teman perempuan seperti itu, dalam hatinya menolak. Ia pun menolak jika diajak merokok dan meminum alkohol. Setiap kali bertemu dan berpesta pora, hati kecilnya janggal. Ada sesuatu yang rasanya keliru. Perasaan itu selalu timbul, sehingga membuatnya gelisah. Ia memang merasa keinginanannya terpenuhi yakni punya banyak teman. Tetapi kebahagiaan itu tak pernah ia rasakan dengan sebenarnya.
Waktu terus berjalan. Hidupnya terasa makin gelap dan gersang. Ini terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Batinnya bergemuruh. Serasa ingin menangis dan berteriak kencang. Ikhtiar untuk keluar dari lorong pergaulan gelap seperti itu mulai membenak. Hanya saja ia kebingungan, harus bagaimana memulainya. Ia takut tidak punya teman, dan dibenci banyak orang.
Sedikit demi sedikit hidayah Allah mulai muncul. Allah menghadirkan orang-orang yang mampu membuatnya berpikir jernih. Akhirnya, bismillah, ia mulai yakin untuk meninggalkan kebiasaan buruknya. Ia berjanji tidak akan berhura-hura. Ia tidak peduli dengan segala akibatnya. Alhamdulillah, meskipun belum bisa full, Hana mulai tergerak untuk menunaikan shalat lima waktu, meskipun masih bolong-bolong dan malu-malu. Ia pun menjalani kehidupan sehari-hari dengan berjualan keliling ke rumah-rumah warga.
Sehingga sampailah pada waktu Hana menikah. Hana menikah dengan Hadi, seorang laki-laki yang sudah sejak lama ia kenal. Hadi merupakan sosok laki-laki yang ia kenal sebagai aktivis geng motor. Kehidupan laki-laki yang sama dengan kehidupannya dulu, penuh dengan hura-hura. Keduanya pun halal menikah. Singkat kisah, Hana dan Hadi harus berpisah, tak terlalu jelas apa penyebabnya. Yang jelas, Hana senantiasa berhusnuzhon bahwa ini pasti petunjuk dari Allah untuknya. Ujian untuk menjadi orang yang lebih baik lagi. Ia banyak belajar dari pengalaman rumah tangganya.
Lambat laun, Hana semakin yakin dengan Allah. Ia terus merutinkan shalat lima waktu, puasa, dan ibadah lainnya. Ia jjuga memutuskan berjilbab. Juga sudah tidak malu untuk mulai belajar membaca al-Qur'an. Setiap sore, Hana dan putri semata wayangnya rutin mendatangi tempat pembelajaran al-Qur'an. Hana sudah yakin, tidak ada gengsi dan malu lagi yang bersemayam. Kehidupan ekonomi Hana pun makin membaik, sudah bertahun-tahun bekerja di sebuah rumah makan. Ia juga sudah menikah lagi, yakin dengan suaminya kini yang terbaik, pasangan yang dipilihkan Allah untuknya.
Allah Maha Pemurah dan Maha Pemaaf. Asalkan hamba-Nya mau bertaubat, Allah senantiasa membuka pintu maaf dengan luas. Mengakui kesalahan, belajar, dan terus berbuat kebaikan. Hana tidak mau mengulangi kehidupan gelapnya lagi. Ia yakin, inilah hidayah Allah, hidayah dalam pencarian menemukan cahaya.

0 Response to "Menemukan Cahaya"
Post a Comment