INSPIRASI SHALIHAH - Beberapa bulan ke belakang, masyarakat kita sedang dihadapkan pada penerimaan dan penyeleksian untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tak butuh waktu lama, lowongan PNS itu pun banyak diserbu masyarakat. Menjadi PNS seperti menjadi pekerjaan idaman dan tiada duanya. Dengan jaminan digaji tiap bulan, tanpa harus kurang, tanpa khawatir. Bukan suatu hal yang baru, jika budaya perekrutan PNS kita masih sering kali dinodai dengan praktik suap-mensyuap, KKN, dan sejenisnya. Asalkan jadi PNS apapun dilakukan.
Itu hanya selingan. Poin saya bukan di sana. Saya hanya tergugah untuk menulis catatan ringan ini karena beberapa hari ini dikagetkan sebuah kabar yang memberitakan, bahwa perceraian para PNS di beberapa kota meningkat. Fatalnya, yang sering disalahkan itu para Ibu-ibu PNS. Salah karena berani menggugat cerai suaminya.
Sepintas memang Ibu-ibu PNS inilah yang salah. Ibu-ibu yang seharusnya bekerja full urus rumah tangga, malah jarang di rumah, malah sibuk kerja. Akibatnya, Ibu-ibu terbuai pekerjaannya, lebih mementingkan pekerjaannya sebagai PNS daripada sebagai Ibu rumah tangga. Saat pulang ke rumah hanya capek dan lelah yang tersisa. Anak tak terurus, suami juga. Sampai inilah yang akhirnya berpotensi bisa menimbulkan keretakan rumah tangga yang berujung pada perceraian.
Meningkatnya perceraian para PNS banyak penyebabnya. Tidak mutlak hanya karena kesalahan para Ibu-ibu. Bekerja menjadi apapun bentuk adalah sebuah keharusan bagi perempuan. Bukan hanya bekerja jadi PNS. Perempuan/istri/ibu bekerja itu bukan karena ingin melawan laki-laki/suami/ayah, melainkan sebagai wujud rasa syukur dalam memaksimalkan potensi diri. Karena Allah menganugerahkan potensi hebat tidak hanya kepada laki-laki, tetapi juga kepada perempuan.
Menjadi PNS itu baik, kalau niat dan prosesnya dijalani dengan baik. Menjadi PNS bukan semata-mata karena gajinya besar dan dijamin pemerintah. Bukan untuk berleha-leha, karena uang di depan mata akan berlimpah. Menjadi PNS itu tanggungjawab yang berat. Contoh menjadi guru PNS; pergaulan dan moral para pelajar sudah sejak lama amburadul, tidak mau kan para guru PNS disalahkan? Apalagi kalau menyoal kualitas mendidik para guru; kreativitas mengajar, ragam metode, kemampuan menulis, rajin membaca, dan lain sebagainya. Walhasil, menjadi PNS bukanlah hal yang gampang.
Khusus soal perceraian para PNS, memang para Ibu-ibu bisa menjadi salah satu penyebab kenapa perceraian itu bisa terjadi. Tetapi apakah kita pernah berpikir, bahwa para Ibu-ibu PNS harus mandiri, punya prinsip teguh, dan punya perspektif kesetaraan. Saya punya dugaan besar, kalau perceraian para PNS itu tidak selalu disebabkan oleh sang istri. Bisa jadi karena memang sang suami menjadikan alasan PNS sebagai dasar untuk menyalahkan istrinya. Dengan dalih karena menjadi PNS istrinya berani membangkang pada suami.
Pada nyatanya ketegangan dan konflik dalam rumah tangga lumrah terjadi. Pasangan suami istri mana pun pasti merasakannya. Tapi kenapa ada yang bertahan dan berpisah. Itu menjadi urusan kedewasaan pasangan. Berbeda pandangan itu wajar, yang kurang ajar itu jika tidak mau bermusyawarah. Perceraian itu memang dibenci Allah dan lebih baik saling sadar diri. Ada banyak pihak yang dirugikan saat kalian berpisah; terutama anak-anak. Terpilih menjadi PNS seharusnya bisa mensejahterakan kehidupan keluarga. Baik suami maupun istri harus senantiasa saling percaya, mengedepankan prinsip musyawarah, dan bersama mengurus urusan rumah tangga.
Biar pun salah satu atau keduanya menjadi PNS, tidak malah membuat lupa diri. Lupa akan keluarga dan urusan rumah tangga, terutama mendidik anak-anak. Semoga keluarga teman-teman, terutama yang berprofesi sebagai PNS, dapat senantiasa diberikan jalinan keluarga yang harmonis.

0 Response to "Perceraian Menjangkiti PNS"
Post a Comment