Mencuci Pakaian

INSPIRASI SHALIHAH - Salah satu aktivitas yang paling mengasyikan sewaktu di pesantren itu salah satunya mencuci pakaian. Biasanya para santri akan mencuci pakaian pada hari libur. Ada dua versi libur yakni hari Jum'at dan Minggu. Santri yang bersekolah formal di 'sekolah' (SMP, SMA) liburnya hari Minggu, sementara yang studi di 'madrasah' (MTs, MA) liburnya Jum'at. Mencuci pakaian dengan sensasi rame-rame. Bahkan bisa sambil mainan. Kalau tempat mencuci di area pesantren penuh, mereka yang tak kebagian tempat alternatifnya mencuci di sungai.
 
Wuih, pokoknya kalau mencuci di sungai itu rasanya indaaah sekali. Terutama kalau melihat berbondong-bondongnya para santri putri. Hehe. Namanya juga santri, mencuci pakaiannya mungkin cenderung asal ya. Tidak seperti para Ibu rumah tangga di rumah. Mencuci seragam sekolah, sarung, baju, dan lainnya. Saya sendiri mencuci pakaian mengikuti cara bagaimana Ibu kalau mencuci pakaian di rumah. Direndam, kemudian kucek, disikat, dan dibilas pakai air, terakhir pakai pewangi. Barulah dijemur.
 
Mencuci Pakaian
 
Bagi saya, mencuci pakaian bukanlah hal yang aneh. Karena kalau di rumah, saat SD, saya sering memaksakan diri membantu Ibu mencuci pakaian. Meskipun cuma membantu membilas atau menjemur pakaiannya. Selain juga mencuci sepatu. Bahkan jika di rumah, Bapak sering membantu Ibu. Ibu yang mencuci, Bapak yang membilas dan nanti menjemurnya. Pun jika pakaian yang habis dicuci, kemudian kering, kami suka bergantian melipat pakaian-pakaian itu, sampai untuk nanti disetrika.
 
Mencuci pakaian itu pegel dan capek eui. Perlu tenaga dan teknik yang cermat untuk bagaimana mencuci pakaian dengan efektif. Bagaimana teknik mencucinya, perbandingan deterjen yang dipakai, dan lainnya, agar efektif dan tidak membuat pakaian rusak. Jika di rumah, Ibu dan kakak perempuan memang dua orang yang paling tanggap dengan urusan cucian. Dalam kesempatan kumpul liburan lebaran misalnya, semua anggota keluarga berkumpul, dan sudah dapat dipastikan setiap hari pasti akan ada banyak pakaian kotor.
 
Ya, berbekal pengalaman di pesantren, meskipun sering kali malas, saya selalu memaksa untuk bisa membantu sebisa mungkin. Termasuk Bapak, ih beneran, dialah orang yang paling tanggap membantu Ibu jika sedang mencuci pakaian. Seorang Bapak yang sederhana, yang nggak gengsian bantu istrinya mengerjakan urusan rumah tangga. Beliau juga membikin teh/kopi sendiri. Nggak pernah tuh, si Bapak njerit-njerit minta dibikinin teh/kopi. Beliau juga biasa bantu cuci piring, menyapu, dan lainnya.
 
Beraaat. Hehe. Tapi begitulah, laki-laki/suami juga harus bisa membantu mengerjakan urusan rumah tangga. Seorang laki-laki/suami/Bapak yang tidak gengsian. Memuliakan istrinya, memuliakan perempuan. Ingat, seorang istri bukanlah pembantu, urusan rumah tangga dari A-Z semuanya dikerjakan istri, sementara suami duduk santai, hanya karena alasan mencari nafkah. Ya ampun, mencari nafkah alias cari uang mah gampang, para Ibu/istri juga bisa, bahkan lebih banyak dari penghasilan suami pun terlampau gampang.
 
Seorang Bapak yang mau membantu istrinya mencuci pakaian, berarti ia sadar dan paham betul, bahwa biduk rumah tangga sepenuhnya menjadi tanggungjawab keduanya, tanggungjawab suami dan istri. Bukan karena suami takut istri. Justru dalam moment-moment seperti itulah jalinan rumah tangga akan makin kokoh. Kemesraan dan romantisme masa muda dulu yang indah, sejatinya harus selalu segar dan istiqomah. Kemesraan dan romantisme yang terjaga, yang tak lekang usia. Begitulah kiranya, jalinan suami dan istri dambaan Islam. Insya Allah.

0 Response to "Mencuci Pakaian"

Post a Comment