Cantik Shalihah - Sering kali
terjadi anggapan dan pemahaman yang keliru berkenaan dengan idealnya
teori-teori kehidupan, terutama dalam kehidupan Islam (Muslim).
Sebetulnya mudah saja untuk menjawab masalah ini, yakni dengan
mengembalikan semuanya kepada Al-Qur'an dan hadits Nabi Saw. Bukankah
Al-Qur'an dan hadits Nabi Saw selalu menuntun kita untuk menggapai
kehidupan yang lebih baik?
Ketika misalnya Islam mengajarkan
tentang hakikat pernikahan dan rumah tangga. Tentu yang ditampilkan
adalah jalinan pernikahan dan rumah tangga yang ideal sesuai tuntunan
Islam. Persoalan bisa atau belumnya dilaksanakan itu bukan karena
apa-apa, tetapi karena kitanya saja belum mampu. Jadi lebih baik baik
tidak menyudutkan teori atau kajian Islam, sudutkan dirimu sendiri yang
belum bisa berbuat lebih baik lagi.
"Ah, teori mah gampang,
ngomong sih mudah, tapi praktik itu yang sulit, pelaksanaannya yang
susah." Begitulah nada-nada kata yang sering dilontarkan banyak orang.
Padahal, kalau saja mau merenung, idealnya teori dan kajian Islam justru
akan menuntun kita untuk berintrospeksi diri, tidak cepat merasa puas.
Apalagi merasa tenang dengan kehidupan yang penuh dengan keburukan.
Na'uzubillah.
Semakin jauh dari ideal berarti kualitas diri kita
memang buruk. Penikahan yang kemudian dilanjutkan dengan jalinan rumah
tangga yang jauh dari ideal, jauh dari tuntunan Islam, sudah dapat
dipastikan jalinan rumah tangganya ada yang tidak beres, dan memang
perlu dibenahi. Janganlah keras kepala, dengan tidak mau menerima
nasihat-nasihat kebaikan. Di situlah jalinan rumah tangga yang sedang
dijalani dipertaruhkan. Kalau kita masih keukeuh dengan nafsu, tunggulah
segera kehancuran rumah tangganya. Tetapi sebaliknya, semakin kita
banyak tersinggung, semakin banyak kita mengakui banyak kekurangan, di
situlah letak karakter seseorang yang rendah hati dan mau menerima
nasihat kebaikan. Inilah karakter rumah tangga yang akan bahagia.
Memang, mewujudkan rumah tangga ideal itu susah, tetapi bukan malah
menjadikan kita untuk berkilah, dan merasa ogah. Kalau tidak sempurna,
paling tidak kita mendekatinya, mendekati sempurna. Tetapi sangat
penting diakui kalau masing-masing dari kita banyak kekurangan, dengan
begitu pikiran dan hati kita akan terbuka menerima masukan dan kritikan
dari siapapun orang.
Nasihat kebaikan, kritikan, masukan dan lain
sejenisnya justru menjadi nilai positif tersendiri, betapa banyak orang
yang perhatian dengan kita. Betapa Islam memperhatikan kehidupan kita.
Islam tidak tega kepada umatnya, jika umatnya tidak bisa membina rumah
tangga yang baik. Makanya mudah saja menilai kualitas seseorang dalam
rumah tangganya. Dia yang sering kali tersinggung dan panas ketika
mendengar dan membaca nasihat kebaikan, di saat yang sama dia mengakui
kesalahannya, maka dia memang sadar bahwa dia harus lebih baik.
Sebaliknya jika ada orang yang berkilah atau marah-marah ketika ada
nasihat kebaikan, tetapi ia malah mengumpat dan tidak mau mengakui,
tidak mau memperbaiki, nau'zubillah, semoga ia diberikan hidayah
oleh-Nya.
Saya rasa, apapun nasihat kebaikan, dari siapapun
nasihat itu diucapkan, sepantasnya kita bisa menerima dan memetik
hikmahnya. Dengan begitu, kita akan menjadi pribadi yang terbuka,
pribadi yang rendah hati, pribadi yang selalu ingin menjadi yang lebih
baik. Karena begitulah seharusnya umat Muslim, bisa saling mengingatkan
dalam kebaikan, tentu dengan cara-cara yang baik.
Termasuk dalam
urusan rumah tangga, bahwa di dalam rumah tangga pastilah ada masalah,
ada ketegangan, ada konflik, ada kesalahpahaman, dll yang ditimbulkan
oleh kekurangan suami maupun istri. Tetapi kalau saja kita memahami
hakikat dari masalah dan segala ujian lainnya, hal itu justru akan
mengokohkan bangunan rumah tangga. Sementara untuk mengatasi segala
masalah dan ujian itu, kita harus terus berikhtiar dan berdo'a.
Berikhtiar dengan segala cara; membaca buku, belajar dari pengalaman
orang, meminta nasihat dari kiai atau ustadz, dan lainnya.
0 Response to "Jangan Menyudutkan Teori, Sudutkan Dirimu Sendiri"
Post a Comment