Memuliakan Ibu dengan Buku

Sadar betapa mulianya kedudukan seorang ibu, saya tak tahu harus bagaimana bisa membalasnya. Membalas segala kebaikan, kasih sayang, dan keteladanannya yang tak bertepi. Ibu, sepenuhnya perempuan biasa, sebagaimana kita pada umumnya. Tetapi karena ia sang pemilik rahim, di sanalah sumber kasih sayang bermula. Kasih sayang untuk kita sekalian, anak-anaknya.

Saya akan mudah menangis jika di antara teman-teman masih banyak yang menyepelekan keberadaan ibu. Oleh para remaja dan pemuda, ibu sering kali dicap sebagai orang yang kuno, ketinggalan zaman, dan tidak tahu perkembangan zaman. Masih sering saya melihat, seorang anak yang tega memaki, membentak, dan memarahi ibunya. Sampai ada di antara mereka yang memaksa melangsungkan akad pernikahan tanpa restu orang tua. Ada istilah kawin lari atau sejenisnya.

Tidak kalah sakitnya manakala melihat dan mendengar para suami yang selalu merasa paling hebat, paling mulia, paling berkuasa atas para perempuan, istri-istrinya. Istri dianggap sebagai orang yang sepenuhnya taat apapun perintah suami, tanpa kecuali. Istri dilarang keluar rumah, dilarang ini, dilarang itu. Suami yang dengan keras mengharuskan istrinya untuk di rumah saja, mengurus pekerjaan rumah tangga dan anak. Tidak lebih.

Lama saya berpikir dan merenung, apa yang harus saya lakukan. Di antara kegelisahan dan kebingungan ini saya berdo'a kepada Allah, semoga diberikan kekuatan dan kemudahan untuk memuliakan ibu dan memuliakan para perempuan siapapun orangnya. Realitas pahit ini sudah berabad lamanya berlangsung. Seperti tak pernah berkesudahan. Praktik kehidupan jahiliyah seakan memang hadir kembali dengan caranya yang lebih halus dan modern.

Jika dulu kelahiran para perempuan dianggap hina, aib, dan harus dibunuh, di zaman modern ini sebetulnya tak jauh berbeda. Masih banyak laki-laki yang merasa selalu paling unggul ketimbang perempuan. Para perempuan dicibir, difitnah, dan dizhalimi. Masih menyeruak sematan-sematan negatif bahwa; perempuan itu sumber fitnah, perempuan itu dekat dengan syetan, perempuan itu nafsunya besar, perempuan itu akalnya lemah, dan lain sebagainya. Kenyataan inilah yang membuat saya yakin jika tradisi jahiliyah masih mengakar kuat, hanya caranya saja yang berbeda.

Kehidupan para ibu dan perempuan pada umumnya selalu dibatasi. Kata mereka, para laki-laki, para perempuan takut kebablasan. Jika perempuan dibiarkan hidup di luar rumah maka akan terjadi fitnah. Maka sampai kapan pun perempuan harus di rumah. Padahal, Islam tidak pernah menganjurkan umatnya berbuat keji seperti demikian. Itu bukan tuntunan Islam. Paling mudah dan sederhana adalah meneladani bagaimana akhlak Nabi Saw saat ia belum atau sudah menikah, beliau tidak pernah membatasi ruang gerak para perempuan terdekatnya untuk mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan.

Puji syukur kepada Allah, saya diberikan anugerah, diizinkan oleh-Nya untuk menulis buku. Puji syukur telah terbit 5 (lima) buku. Buku-buku yang saya tulis betul-betul saya niatkan untuk berikhtiar memuliakan ibu dan perempuan pada umumnya. Saya suka mengistilahkannya dengan "Memuliakan Ibu dengan Buku." Ya, saya harus terus menulis, inilah jalan dakwah dan jihad saya untuk terus menyampaikan pesan-pesan Islam tentang pemuliaannya terhadap perempuan. Buku saya yang pertama; "Akhlak Islam untuk Muslimah" (2012), buku kedua: "Cermin Hati", buku ketiga: "Tuhan, Mohon Izinkan Aku Mencintai Perempuan", buku keempat, yang terbaru: "Mencintai Tuhan, Mencintai Kesetaraan: Inspirasi dari Islam dan Perempuan", dan buku yang kelima, buku terbaru juga: "Pelangi Cinta." Do'a saya, semoga buku-buku ini bisa sampai ke tangan teman-teman pembaca.

Yang paling saya sedihkan adalah sampai hari ini, ada banyak teman-teman saya di facebook, yang saya kenal atau belum, ternyata masih jauh dari memuliakan perempuan. Tidak hanya oleh kaum laki-laki, tetapi juga oleh kaum perempuan itu sendiri. Entah ini disadari atau tidak. Kalau laki-laki sudah jelas. Lah, ini ternyata masih banyak para perempuan yang 'melemahkan' dirinya sendiri. Ini istilah-istilah yang masih sering berkeliaran di status facebook: 1. "Ah, kodrat istri mah memang di rumah, lebih baik memang mengalah." 2. "Perempuan memang harus waspada karena kita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, makanya perempuan harus taat pada laki-laki, supaya nanti bisa diluruskan." 3. "Menjadi istri harus ikhlas kalau suami marah-marah, mungkin itu bagian dari cara suami mendidik istrinya." 4. "Biarlah urusan rumah tangga dan mendidik anak menjadi tanggungjawab ibu (perempuan) saja, biar suami yang menjadi raja, hidup tenang tanpa beban." Dll. Sereeeem!

0 Response to "Memuliakan Ibu dengan Buku "

Post a Comment