Suami di rumah sukanya marah-marah,
malah menghibur diri. "Ah, itu mah bagian dari suami dan Allah mendidik
istri." Astaghfirullah. Suami di rumah kerjaannya cuma berangkat ke
kantor dan lelah ketika pulang ke rumah, tanpa mau bantu istrinya urus
rumah tangga dan anak. "Ah, kodrat istri kan begitu, seorang istri
memang harus kuat, ini jihad." Astghfirullah. Suami yang semuanya selalu
ingin dilayani istri, dari A-Z semuanya dilayani istri. "Ah, suami
memang raja, seorang istri harus selalu patuh, nanti diazab Allah."
Astaghfirullah. Suami tega bertindak kasar dan main kekerasan kepada
istri. "Ah, itu mah memang ajaran Islam supaya seorang istri kapok, itu
pendidikan Islam untuk istri. ASTAGHFIRULLAH.
Ini rumah tangga
apa sih? Suami model begitu maunya apa sih? Saya kok makin gelisah,
semakin banyak suami yang mau seenak sendiri. Parahnya malah diiyakan
istri, disetujui istri, diamini istri. Saya nggak menyalahkan istri.
Yang akan saya salahkan suami. Begini, begini, para suami melek dong,
menjadi ibu rumah tangga itu berat. Suami itu cuma kerja ke luar rumah,
habis capek pulang ke rumah, dilayani istri; dipijat, dilayani makan,
minum, dll-nya. Lah, istri bagaimana? Mereka para istri lebih capek dari
suami, mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, ikut bantu ekonomi
keluarga, dll. Lah, kok yang dilayani malah suami, harusnya istri.
Logika sederhana kita pasti bilang begitu.
Tapi apakah ada istri
yang begitu? TIDAK ADA. Subhanallah, sungguh mulia dan luar biasa
perjuangan dan pengabdian seorang istri. Tapi saya mohon buat para ibu
(istri), cukuplah sampai di sini, hentikan segala caramu menghibur diri
yang sudah keterlaluan. Saya rasa, menghibur diri itu boleh, menghibur
para ibu lain juga boleh, cuma ya nggak gitu-gitu amat cara
menghiburnya. Itu menghibur atau mengubur?
Saya kuatir itu malah
mengubur, mengubur kebagahagian, mengubur kebebasan, mengubur hak,
mengubur anugerah Allah yang diberikan kepada para istri. Kalau para ibu
(istri) mendapatkan suami seperti itu, suami yang sukanya marah-marah,
leha-leha di rumah, selalu minta dilayani segalanya, atau malah sering
main kekerasan fisik, dll itu bukan saatnya untuk menghibur diri.
Karakter suami yang begitu harus diubah, harus diperbaiki. Suami yang
begitu itu suami yang rusak, rusak nurani. Yang ada bukan terhibur,
istri malah terkubur. Terasa dikubur hidup-hidup.
Karena Islam
tidak pernah menuntun umatnya untuk berbuat seperti itu. Rumah tangga
adalah bangunan. Bangunan bisa berdiri jika ada fondasi. Fondasinya
harus kokoh. Rumah tangga yang fondasinya bisa kokoh itu hanya bisa
dibangun jika ada keterlibatan istri dan suami. Istri dan suami
sama-sama membangun rumah tangga dengan seimbang dan kompak. Kalau cuma
istri saja yang mengurus rumah tangga, ya mudah robohlah rumah
tangganya.
Jadi tolonglah, para ibu jangan terlalu berlebihan
menghibur diri. Memang niatnya baik, mau menghibur diri, supaya
tersugesti, sebegitu berat pekerjaan rumah tangga, karena dihibur oleh
diri sendiri seolah-olah menjadi ringan. Padahal aslinya tetap berat.
Hehe. Boleh menghibur tapi jangan sampai mengubur. Kalau sepintas memang
akan susah menentukan mana yang menghibur dan mana yang mengubur.
Apalagi kalau nama Islam, Allah, Nabi Saw, al-Qur'an, dan hadits selalu
dibawa-bawa untuk menghibur. Jadi begini ya, para istri (ibu) boleh
menghibur diri kalau suaminya dalam keadaan yang sadar bahwa rumah
tangga itu menjadi tanggungjawab berdua, suami juga mau membantu istri
mengerjakan rumah tangga, suami yang nggak gampang marah, nggak
melakukan kekerasan, dll. Begitu baru boleh menghibur. Tapi kalau
suaminya super nyebelin, hmm, bukan menghibur, tapi mengubur! Mengubur
potensi, pikiran, dan nurani ibu-ibu sekalian!
0 Response to "Menghibur atau Mengubur?"
Post a Comment