Ramadhan Mendidik Kita Menuju Tuhan

INSPIRASI SHALIHAH - Puji syukur sudah sepatutnya dipanjatkan kehadirat Allah Swt, akhirnya kita semua, umat Muslim di seantero dunia, dapat bertemu kembali dengan bulan suci ramadhan. Bulan yang begitu dinanti dan dirindukan. Bulan di mana Allah Swt membelenggu dan merantai bala tentara syetan, yang saban hari menggoda manusia kepada jalan kesesatan. Dengan begitu, sungguh, ramadhan menjadi bulan yang begitu special dari Allah untuk kita, umatnya Nabi Muhammad Saw.
 
Kalau coba kita renungkan, melalui puasa, sejak melafadzkan niat di dalam hati, saat kita sahur, pr0ses, hingga berbuka selama bulan ramadhan, betapa rangkaian proses berpuasa adalah moment berharga bahwa Allah Swt sedang mendidik kita. Sebuah proses pendidikan hakiki untuk menjadi manusia seutuhnya. Menjadi manusia yang berperikemanusiaan. Menjadi manusia yang istiqamah, teratur, dan berbudi pekerti luhur, menuju pendakian tertinggi kita menuju ridha-Nya.
 
Pendidikan Akhlakul Karimah
Dari segi bahasa, puasa (shaum) bermakna ‘menahan’, sementara ramadhan bermakna ‘sangat panas’. Dari dua term tersebut bahwa orang yang berpuasa adalah dia yang mampu menahan dari segala niat, ucap, dan sikap yang dapat menimbulkan situasi yang ‘panas’ (tercela); ghibah, hasud, dengki, dan lain-lain. Kita sedang dididik oleh Allah untuk dapat mengilhami akhlakul karimah dalam kehidupan.
 
Salah satu proses pendidikan dan kontekstualisasinya adalah melalui aktivitas santap sahur. Dalam menjalankan aktivitas sahur itu kita didik oleh-Nya agar bisa bangun tidur secara teratur dan konsisten. Bahkan, bagi yang betul-betul konsisten, sebelum santap sahur dimanfaatkan untuk belajar agar terbiasa bangun di sepertiga malam, menunaikan shalat malam. Dengan sahur kita akan tahu dan memahami bagaimana rasanya lapar. Maka puasa, menjadi bekal kita agar di akhirat kelak, kita tidak menjadi hamba-Nya yang ‘lapar’ karena tak punya amal kebaikan.
 
Demikian pendidikan akhlakul karimah menjadi tujuan utama dakwah Islam melalui Nabi Muhammad Saw, ia bersabda, Innama buitstu liutammima makarimal akhlak; sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Hijrah dari segala perilaku jahiliyah menuju akhlakul karimah. Berakhlakul karimah kepada diri sendiri, orang lain, dan Allah Swt. Demikian maka, puasa yang sedang kita tunaikan ini adalah ajang pelatihan dan pendidikan manusia dalam menahan dan menghindari dari segala bentuk akhlakul madzmumah (akhlak tercela).
Menuju Ridha Tuhan

 Akhlakul karimah akan mengantarkan kita pada kesejatian dan kehakikian. Ialah puncak tertinggi dari tangga kehidupan, menuju ridha-Nya. Begitulah Ramadhan, adalah salah satu sarana tepat untuk mendidik dan melatih kita dalam memahami bagaimana proses dan tahapan sehingga mencapai puncak spiritualitas tersebut. Untuk hal ini saya ingin menyampaikan dua catatan di balik kemuliaan ramadhan, untuk kemudian direnungkan sebagai langkah menggapai ridha Tuhan.

 Pertama, bahwa ramadhan adalah syahrul musawwah (bulan santunan).
Di bulan suci ramadhan ini, alangkah berkahnya jika kita rutinkan sikap memberi dan berbagi, sedekah. Sedekah adalah salah satu wujud kita mencintai Tuhan. Mencintai Tuhan adalah mencintai ciptaannya, hewan, tetumbuhan, dan terutama sesama manusia. Dalam salah satu sabda Nabi Saw disebutkan, “Barangsiapa yang memberikan hidangan berbuka puasa bagi orang yang berpuasa, maka akan diampuni dosanya, dan dibebaskan dari belenggu neraka, serta mendapatkan pahala setimpal dengan orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang berpuasa tersebut.” (HR. Khuzaimah).
 
Kedua, ramadhan adalah syahrus shabr (bulan sabar). Apabila kita berpuasa, kita didik dan dilatih untuk bersabar menahan lapar, dahaga, dan dari segala hal yang membatalkan hingga nanti waktu berbuka. Sabar sendiri adalah kekuatan jiwa dalam menyingkirkan segala bentuk kelemahan intelektual, mental, dan spiritual. Sebab itulah, saat kita berpuasa karena sabar, kita akan menggapai sedikitnya dua kebahagiaan, sebagaimana digambarkan oleh salah satu sabda Nabi Saw, “Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya.” (Muttafaq ‘alaih).
 
Walhasil, ibadah puasa yang sedang dan akan terus kita tunaikan dalam sebulan penuh ini, jangan sampai hanya berhenti pada aktivitas ritual semata, sementara tidak selaras dengan aktivitas sosialnya. Sebab, salah satu tanda ibadah puasa kita diterima atau tidak adalah melalui apa yang tercermin dalam perilaku kita sehari-hari kepada sesama. Tandanya itu adalah saat kehadiran kita bermanfaat bagi orang lain. Saat kita bermanfaat bagi orang lain, sudah dapat dipastikan Allah pun akan melimpahkan rahmat tiada henti kepada kita. Aamiin.

0 Response to "Ramadhan Mendidik Kita Menuju Tuhan"

Post a Comment